Sesosok laki-laki besar dengan kumis melintang menyambut ku.
Awalnya kupikir akan kudengar suara menggelegar, tapi ternyata suaranya terlalu
lembut jika dibandingkan dengan ukuran tubuhnya. Masih ingat ketika aku tak mampu
menahan tawa saat dia menceritakan soal kertas di tempat sampah. Pertemanan
selama kurang lebih 3 tahun (sebelum datang sakitnya) cukup membuatku berkesimpulan kalo
pak Rokhim orang yang lucu. Semarah-marahnya dia, suara kecil cemprengnya tetap
tak berubah. Bahkan saat beliau macak warok, tetap aja kesan garang hanya
tampak di permukaan.
Pertama kali mengunjungi beli di tengah dera sakitnya, beliau masih bisa duduk dan ngobrol. Beliau terlihat sangat gembira krn kami datang mengunjunginya. Tak henti2nya beliau mengusap tubuhnya yang penuh dengan keringat. Mungkin krn sebenarnya, tubuhnya sudah cukup lelah.
Pertemuan selanjutnya saat mendengar kabar beliau tidak
ingin makan, sehingga atas inisiatif salah seorang teman kami membuat jadwal
makan bersama dengan Pak Rokhim, dengan harapan beliau menjadi tergerak untuk
ikut makan bersama kami. 5 suapan akhirnya masuk juga ke tubuhnya yang mulai
ringkih. Tapi saat itu masih bisa aku lihat senyum dan tawanya di sela mimik
menahan sakitnya.
Pertemuan ketiga adalah pertemuan yang tak terjadwal.
Pertemuan yang spontan karena sudah cukup lama tak mengunjungi belia. Ternyata
keadaannya betul2 sangat mengenaskan. Beliau tinggal tulang dan kulit. Karena
menurut cerita bu Yayuk istrinya kerongkonyannya sudah penuh dengan luka,
sedang air liur sudah tak berproduksi lagi, sehingga apapun yang masuk lewat
mulutnya akan menimbulkan sakit yang luar biasa, bahkan walau hanya seteguk air
saja. Hari itu, beliau menahan kami untuk tidak pulang karena beliau merasa
senang akan suara2 teman2 yang mengoceh tiada henti. Bahkan demi agar kami
tidak pulang, beliau meminta istrinya membelikan bakso untuk menjamu kami.
Kini, aku hanya bisa kembali mengingat beliau dalam
kenangan. Kepergiannya walau tak mengejutkan namun cukup menghentak . Padahal
ada niat untuk mengunjunginya hari Senin besok. Tapi apa daya, berita duka telah
terlebih dahulu menghampiri. Sebait doa aku panjatkan semoga sakitnya telah
diterima Allah sebagai penggugur dosanya, ketabahannya menjadi pelapang
jalannya menuju surga Allah, dan semoga keluarganya diberi kekuatan dan
keikhlasan untuk kepergiannya pak Rokhim. Karena keputusan Allah pastilah yang
terbaik walau kadang terasa sakit untuk menjalaninya.
Saya akan selalu ingat pak Rokhim. Hilang sudah sakit yang
mendera, semoga berganti senyum di surga. Assalamu’alaikum Pak Rokhim.
0 comments:
Post a Comment