CLICK HERE FOR FREE BLOG LAYOUTS, LINK BUTTONS AND MORE! »

Kan selalu kuingat ^_^

Sungguh Allah telah menjanjikan kemudahan dibalik kesulitan.

Sunday, March 27, 2011

Memori 15 April 2008

Siang itu surya berapi sinarnya

Aku msh ngobrol dg bu Endang, waktu mbak Ita dtg n say Mbak, kakaknya nelpon terus dr td, dicariin tuh


Tiba-tiba redup langit gelap
Hati yang bahagia tersentak seketika
Malapetaka seakan menggelimang

Ti, cpt pulang abah di rumah sakit. Sedang dibantu pernafasan.



Berita menggelegar aku terima
Ayahku berpulang 'tuk selamanya
Hancur luluh rasa jiwa dan raga
Tak percaya tapi nyata...
Ku bersimpuh di sisi...jasad membeku
Doa tulus dan air mata
Segala dosa ku mohonkan AmpunanNya
Seakan KAU jawab dan KAU terima...

Kapan lagi kita kan bercanda
Kapan lagi bermanja
Kapan lagi nyanyi bersama lagi
Kapan, oh kapan lagi

Tiada hari seindah dahulu lagi
Tiada mungkin kembali
Tiada nama seharum namamu lagi
Tiada, tiada Ayah lagi


Ya ALLAH, ampuni dosanya, terima amal ibadahnya, lapangkan kuburnya. Beri aku kekuatan dan keikhlasan untuk menerima dan menjalaninya. Amin.

Hampir 1 bulan sebelum kepergian Abah, entah kenapa Kak Ani dan Aku sering banget nyanyi lagu ini. Saat sadar kita langsung Istighfar. Tapi kenyataan, emang itu tanda buat kita untuk merelakan abah. Siap atau tidak siap.

Untuk kesekian kalinya pikiranku melayang, mengenang sosok lelaki sempurna di mataku. Lelaki yg sepanjang hidupku kugambarkan sbg lelaki yg pemberani namun penuh kelembutan. Selalu lantang menyerukan kebenaran namun penuh santun saat berhadapan dg sang bunda. Bahkan hg akhir hayat sang bunda, tak pernah semalam pun terputus lantunan ayat suci dan genggaman tangan menemani hari" akhir sang bunda.
 Ya Allah kumohonkan tempat terindah untuknya. Untuk pribadi seorang anak yg berbakti, seorang suami yg setia, seorang ayah panutan, dan seorang hamba yg taat. Sayangi dia seperti dia menyayangiku ya ALLAH

Antara Ayah, Anak, dan burung Gagak


Pada suatu petang seorang tua bersama anak mudanya yang baru menamatkan pendidikan tinggi duduk berbincang-bincang di halaman sambil memperhatikan suasana di sekitar mereka.
Tiba-tiba seekor burung gagak hinggap di ranting pokok berhampiran.
Si ayah lalu menuding jari ke arah gagak sambil bertanya,
“Nak, apakah benda itu?”
“Burung gagak”, jawab si anak.
Si ayah mengangguk-angguk, namun sejurus kemudian sekali lagi mengulangi pertanyaan yang sama. Si anak menyangka ayahnya kurang mendengar jawabannya tadi, lalu menjawab dengan sedikit kuat,
“Itu burung gagak, Ayah!”
Tetapi sejurus kemudian si ayah bertanya lagi pertanyaan yang sama.
Si anak merasa agak keliru dan sedikit bingung dengan pertanyaan yang sama diulang-ulang, lalu menjawab dengan lebih kuat,
“BURUNG GAGAK!!” Si ayah terdiam seketika.
Namun tidak lama kemudian sekali lagi sang ayah mengajukan pertanyaan yang serupa hingga membuat si anak hilang kesabaran dan menjawab dengan nada yang kesal kepada si ayah,
“Itu gagak, Ayah.” Tetapi agak mengejutkan si anak, karena si ayah sekali lagi membuka mulut hanya untuk bertanya hal yang sama. Dan kali ini si anak benar-benar hilang sabar dan menjadi marah.
“Ayah!!! Saya tak tahu Ayah paham atau tidak. Tapi sudah 5 kali Ayah bertanya soal hal tersebut dan saya sudah juga memberikan jawabannya. Apa lagi yang Ayah mau saya katakan????
Itu burung gagak, burung gagak, Ayah…..”, kata si anak dengan nada yang begitu marah.
Si ayah lalu bangun menuju ke dalam rumah meninggalkan si anak yang kebingungan.
Sesaat kemudian si ayah keluar lagi dengan sesuatu di tangannya. Dia mengulurkan benda itu kepada anaknya yang masih geram dan bertanya-tanya. Diperlihatkannya sebuah diary lama.
“Coba kau baca apa yang pernah Ayah tulis di dalam diary ini,” pinta si Ayah.

Si anak setuju dan membaca paragraf yang berikut.
“Hari ini aku di halaman melayani anakku yang genap berumur lima tahun. Tiba-tiba seekor gagak hinggap di pohon berhampiran. Anakku terus menunjuk ke arah gagak dan bertanya,
“Ayah, apa itu?”
Dan aku menjawab,
“Burung gagak.”
Walau bagaimana pun, anakku terus bertanya soal yang serupa dan setiap kali aku menjawab dengan jawaban yang sama. Sehingga 25 kali anakku bertanya demikian, dan demi rasa cinta dan sayangku, aku terus menjawab untuk memenuhi perasaan ingin tahunya.
“Aku berharap hal ini menjadi suatu pendidikan yang berharga untuk anakku kelak.”
Setelah selesai membaca paragraf tersebut si anak mengangkat muka memandang wajah si Ayah yang kelihatan sayu. Si Ayah dengan perlahan bersuara,
“Hari ini Ayah baru bertanya kepadamu soal yang sama sebanyak 5 kali, dan kau telah hilang kesabaran serta marah.”
Lalu si anak seketika itu juga menangis dan bersimpuh di kedua kaki ayahnya memohon ampun atas apa yg telah ia perbuat.


PESAN:
Jagalah hati dan perasaan kedua orang tuamu, hormatilah mereka. Sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangimu di waktu kecil.
Kita sudah banyak mempelajari tuntunan Islam apalagi berkenaan dengan berbakti kepada kedua orangtua.
Tapi berapa banyak yang sudah dimengerti oleh kita apalagi
diamalkan?

Sumber : http://virouz007.wordpress.com/

Saturday, March 26, 2011

One Day

Berjalan-jalan dan melihat blog teman-teman sungguh menyenangkan. Banyak cerita-cerita inspiratif yang menyentuh dan memberi semangat. Memunculkan rasa “iri” untuk membuat karya sebagus mereka. Mengingatkan diri sendiri untuk lebih banyak belajar dan mencari tahu apa yang harus dilakukan agar “sama” dengan mereka.

Saat membaca sebenarnya kadang terpikir untuk menuliskan pula pengalaman hidup atau kejadian-kejadian yang kualamai yang nggak kalah seru dengan apa yang mereka alami. Tapi, sepertinya berpikir, membayangkan, dan menggambarkannya dalam otak dan anganku jaaaaaauuuuuh lebih mudah dari pada menterjemahkannya  ke dalam tulisan.

Sering ketika pikiran melayang mengembara ke masa lalu ada loncatan-loncatan dalam saraf2 tangan untuk segera mengetikkannya. Namun apa yang terjadi......... saat sudah berhadapan di depan lappy, hanya tertulis “ hari ini.....”, that’s it, Cuma itu, dan sepertinya otak langsung korslet untuk memerintahkan tangan mengetikkan cerita di kepala J.

Setiap cerita yang mereka tulis memberiku pengalaman dan pemahaman. Bahwa setiap perjuangan membutuhkan pengorbanan, setiap kebahagiaan harus melalui kesulitan, dan keberhasilan adalah buah indah dari sebuah proses. Nggak ada yang gratis dalam mencapai impian.

Haaaaaaaaah, semoga aja, suatu saat ALLAH beri kemudahan untukku menuangkan kata-kata dalam sebuah tulisan. Aamiin. \(^.^)/


Sunday, March 13, 2011

Sepeda Flixie, Imut


Hari Minggu pagi, pulang dari Sepanjag, di jalan Gunung sari banyak banget yang ngegoes sepedanya. Eeeeh, kok ada yang pake sepeda lucu. Warnanya pink dan shocking greeen. Keren banget. Tapi setelah kuperhatikan tuh sepeda kok nggak ada hand remnya ya ???????
Dalam hati bilang " Kok pake sepeda nggak pake rem sih, keren tapi khan membahayakan"

Sampe rumah, ngenet, buka pacebuk kok nongol tuh sepeda di foto teman. Alhasil, jd penasaran deh. Nih sepeda apaan sih, kok kykx lg booming.
Googling deh, ternyata tuh sepedanya namanya sepeda FIXIE. Ooooooooooo........lucu juga namanya :)
 

Sepeda Fixie identik dengan gaya minimalis, murah dan tidak ribet. Sepeda Fixie adalah sepeda tanpa rem, tanpa gear dinamis belakang. Semua dibuat fix, roda berputar maka pedal ikut berputar. Mengerem sepeda Fixie hanya mengandalkan kekuatan pedal dengan menahan laju atau mendorong pedal ke belakang serta dibantu dari roda depan. ( Waaaaaah, alamat sol sepatu cepet aus dong ???!!!! )
Ban sepeda Fixie juga tipis, sehingga ringan ketika di genjot. dan yang lain menarik pada bagian stang. Dimana stang atau handlebar sepeda Fixie dibuat dengan tegak lurus. Minimalis disain menjadi ciri sepeda single speed ini.



Eeeeeh, tetapi oh tetapi walaupun nih sepeda minimalis, harganya nggak minimalis banget. Harga termurah 1,5 juta. Bahkan ada yg seharga 1 M.....1 Milyarrrr teman. Kabarnya nih sepeda dilapis emas dan dihiasi berlian. blink....blink....blink.

Jadi pengen ?????? :)